Selamat datang dalam duniaku yang sempit ini. selamat menikmati apa yang telah aku tulis, tapi ada yang harus selalu kamu ingat bahwa tidak semua yang aku tulis adalah aku dan tidak semua yang aku bicarakan adalah kamu..

sepatu vs sendal

April 29, 2011



Ada sebuah peraturan yang konon telah disepakati bersama , bahwa semua orang diwajibkan memakai sepatu di kantor , dikampus , maupun tempat-tempat formal lain .

Berikut ada sebuah kisah di sebuah tempat , sebut saja 'Fasilkom' . Dalam keseharian kuliah di fasilkom , tidak ada peraturan ataupun dosen yang mengharuskan mahasiswanya memakai sepatu . Bahkan seorang mahasiswa pernah menemui Dekan di ruangannya 'hanya' dengan beralaskan sendal jepit , and no problem at all . Tapi secara mendadak muncul peraturan yang mewajibkan harus memakai sepatu .

Karena pertentangan dalam keseharian itulah , banyak yang akhirnya memutuskan membangkang dengan tetap memakai sendal ke fasilkom—seperti dalam keseharian mereka . Maka , sebuah rapat pleno pun digelar dengan menyediakan waktu khusus untuk membahas hal ini .

"Jadi , bagaimana ini dengan mereka yang sampai saat ini tidak memakai sepatu?" pemimpin rapat membuka sesi itu .

"saya pernah mengingatkan seseorang yang saat itu memakai sendal . 'kok kamu gak pakai sepatu sih?' dan katanya dia baru tahu kalo harus memakai sepatu ." Tutur seorang peserta rapat .

Dan , seorang peserta rapat yang lain mulai angkat suara "kalo aku tanya ke yang memakai sandal , katanya dia gak mau munafik . Bahwa dia juga dalam keseharian di fasilkom selalu pake sendal ."

"aku juga ," kata seorang peserta rapat yang lain "pernah mengingatkan untuk memakai sepatu , tapi orangnya cuek aja . Bahkan aku ngerasa kalo pertemananku ma dia jadi renggang gitu ."

"apapun alasannya!!" kata pemimpin rapat "INI ADALAH PERATURAN!! Kita telah sepakati ini di rapat pleno pertama . Kalo gitu , mulai sekarang sanksi apa yang harus kita berikan pada mereka yang masih membangkang ?"

Pada akhirnya , rapat itu mencoba menyisihkan kenyataan bahwa memakai sandal pada keseharian adalah sesuatu yang legal . "Toh , kita pun harus terus memakai sepatu nantinya!!(kantor)" kilah seseorang . Tapi , lagi-lagi sebuah kenyataan di lapangan disisihkan: memakai sepatu dalam lingkungan kerja toh tidaklah sekaku yang kita kira , ada orang-orang kantoran yang memakai sendal jepit untuk menemui bawahan ataupun atasan di lingkungan kerjanya .

Dalam hal ini , sepertinya sepatu bukanlah lagi sebatas alas kaki . Ia menjadi simbol sebuah kepatuhan terahadap peraturan . Walaupun , peraturan memakai sepatu itu menjadi tidak jelas maksudnya(karena sebenarnya memakai sepatu itu bukan kewajiban) . Tanpa disadari , tampaknya peraturan memakai sepatu menjadi suatu yang konyol .

Pada dasarnya , menurut saya peraturan memakai sepatu ini bukanlah peraturan yang baik—karena sekali lagi , memakai sendal pun legal—dan bukan pula peraturan yang jelek—apa salahnya memakai sepatu?—jika saja kita ingat kembali fungsi dari sepatu dan sendal(alas kaki , tidak lebih dan tidak kurang) .

Proses pembuatan peraturan memakai sepatu ini pun sebenarnya cukup aneh dan mengejutkan . Peraturan ini dibuat dalam rapat pleno "dadakan" (tidak semua orang tahu!! yang tahu pun kebanyakan hanya pada hari H) , dan dalam pembahasan konsep jauh sebelum acara ini dimulai , pembahasan memakai sepatu ini masih menemui jalan buntu . Pada saat perancangan konsep , saya mengusulkan pada sidang bahwa tidak harus memakai kemeja dan sepatu , karena toh nantinya hal itu tidak akan dipermasalahkan . Tapi para konseptor yang ada saat itu , menolak dengan alasan "tradisi" . Karena kesepakatan tak kunjung tercapai , akhirnya pembahasan ini ditunda .

OK deh , kalo kesepakatan sudah tercapai dalam pleno "dadakan" itu (katanya sih gitu) . Tapi , apapun kesepakatan yang tercapai , hal yang patut disayangkan adalah tindakan pemimpin yang tidak mau membuat paham bawahannya untuk memahami esensi memakai sepatu ini . "ini peraturan!! harus ditaati , aku gak mau tahu!!"

Seorang pemimpin yang baik , kata TAO , adalah ibarat sebuah danau . Dia tak lasak seperti sungai di gunung , tapi dalam . Dia tak berada di pucuk yang tertinggi , tapi menampung . Dia tahu bahwa sumbernya adalah air yang datang dari jauh di pedalaman: sebuah telaga tak bermula dari air yang tergenang setelah kebetulan hujan .

Karena itu , kepemimpinan yang baik tak dinilai dari keberanian bertindak tegas pada bawahannya . Kepemimpinan yang baik terjadi ketika sebuah tindakan merupakan bagian dari hidup yang utuh yang mengaktualisasikan diri . Good leadership consists of doing less and being more . (dalam hal ini kita tentu setuju bahwa seorang pemimpin tidak boloeh munafik dan menampik kenyataan yang ada) . Lagipula , toh kita tidak ingin menjadi pemimpin yang disegani bawahan ketika mereka bertemu kita , tapi membenci dibelakang kita . Seperti sebuah pepatah etiopia bilang; "bila yang dipertuan agung lewat , petani yag bijak pun membungkuk dalam-dalam dan diam diam mereka kentut"

anyway , just try to understand each other!! and dont'be a hypocryte .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Say 'Hello' .. ^^

free counters

 

Find us on Facebook

Most Reading