Maaf jika harus menuliskan ini, tapi ada rasa sedih saat melihatmu
bahagia. Bukan karena aku tak ingin kamu bahagia, melainkan karena bukan aku
yang membahagiakanmu. Itu menyakitkan, seperti pukulan yang sebenarnya
membuatku tersadar. Mungkin ini waktu untuk aku terpuruk, supaya aku dapat
melihat Tuhan memakai kenangan ini untuk buatku dipenuhi kesiapan, sehingga doa
dapat melahirkan semangat dan kemudian buatku bangkit (lagi), sama seperti dulu.
Namun ketahuilah sebelum aku sudah
tak lagi mencintaimu, ini darahku mengalir membawa bayang-bayangmu mengelilingi
tubuhku dan jantungku berdenting demi kau menari-nari di pikiranku. Ada
satu hal yang sampai hari ini masih membuat aku bangga menjadi aku, itu karena
aku mampu terima kamu apa adanya, aku mampu membuktikan bahwa inilah aku yang sekarang tak seperti aku yang dahulu.
Aku meminta ampun kepada Tuhan, sebab aku
pernah berharap kalau suatu saat, ketika angin menghempasku hilang dari daya
ingatmu, aku ingin tak pernah lagi menginjak bumi. Sebab hidup jadi
terasa bagaikan dinding yang dingin. Aku harus menjadi paku, sebab kamu bagai
lukisan dan cinta itu palunya. Memukul aku, memukul aku dan memukul aku sampai
aku benar-benar menancap kuat.
Pada akhirnya, semoga, tidak kamu
lagi yang aku lihat sebagai satu-satunya cahaya di dalam pejamku sebelum
pulas. Sekali lagi maaf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar