Selamat datang dalam duniaku yang sempit ini. selamat menikmati apa yang telah aku tulis, tapi ada yang harus selalu kamu ingat bahwa tidak semua yang aku tulis adalah aku dan tidak semua yang aku bicarakan adalah kamu..

Generasi Muda ala Indonesia

Februari 24, 2011



melihat kisruh PSSI membuatku berfikir dan berbicara lebih serius hingga saya teringat kembali pengalaman saya 16 tahun yang lalu ketika saya yang masih imut-imut itu mulai mengenyam pendidikan sekolah taman kanak-kanak .

Masa taman kanak-kanak tampaknya hanyalah masa-masa untuk bermain , bermain , dan bermain . Tidak ada pelajaran membaca , menulis , dan berhitung . Yang ada hanyalah "pelajaran" bermain , bernyanyi , melukis , dan bersosialisasi .

Ada sebuah pengalaman pahit yang dialami oleh seorang ibu yang menyekolahkan anaknya di sebuah kota bernama Aachen , Deutschland karena memiliki anak "cerdas" . Saat itu anak ibu itu sedang membaca sebuah buku di ruang kelas , di saat teman-teman yang lain sibuk dengan permaian "kota-kotaan" . Guru dari anak ibu itu menghampiri si ibu dan kurang lebih berkata "apa yang Ibu lakukan terhadap anak ibu?" , sambil melirik ke arah anak itu , mengerutkan dahi , sekaligus mengangkat bahunya , dan setelah itu pergi tanda mengejek . Ibu itu terheran-heran , bukankah wajar anak usia TK sudah bisa membaca? (mungkin tingkat kewajaran yang dimaksud Ibu itu adalah tingkat kewajaran yang berlaku di Tanah Air Tercintanya) . Jangankan membaca , membedakan huruf O dan angka 0 saja anak-anak TK di Jerman Barat itu tidak bisa . Sementara anak yang "cerdas" itu sudah pandai membaca kisah-kisah Nabi setebal buku telepon dengan lancar .

Lantas kenapa mereka (orang Jerman) bisa jauh lebih cerdas daripada bangsa yang sejak TK sudah pandai berhitung "akar pangkat tiga"? sebenarnya bukan cerdas atau tidak , tapi lebih ke pengembangan diri yang lebih sistematis jangka panjang dan tidak instant . Tampaknya mereka sangat paham tentang perkembangan psikologi anak . Mereka hanya memberikan apa yang seharusnya diberikan . Anak-anak usia TK adalah anak-anak dengan masa-masa membangun pondasi kepribadiannya , mereka membiarkan anak mereka larut dalam permainannya (tidak termasuk video game!!!) dan pergaulan dengan teman-temannya . Menginjak usia SD (Disana untuk bisa masuk SD , harus berusia tidak kurang dari 7 tahun) anak-anak mulai diajari menulis dan berhitung . Menginjak usia 11 tahun , ada evaluasi terhadap perkembangan bakat dan akademis si anak , mereka yang lebih dominan bakatnya akan disekolahkan ke sekolah bakat sesuai bakatnya masing-masing dan mereka yang sisi akademisnya lebih menonjol dipersilahkan untuk melanjutkan ke kelas 5 . Menginjak usia 17 tahun , anak diberi pendidikan untuk hidup mandiri , seperti harus mencari pekerjaan untuk uang saku mereka .

Bagaimana dengan Indonesia? Anda lebih tahu jawabannya . Sistem pendidikan kita sepertinya lebih memiliki tendensi terhadap orang-orang yang berkepentingan , kurikulum ganti-ganti , tahun ini EBTANAS , tahun berikutnya UAN , tahun ini UAN 5 mata pelajaran tahun berikutnya 3 mata pelajaran , dan bla.. bla.. bla .. tentang hal yang tidak urgent!!!
Keadaan ini diperparah dengan kondisi sosial masyarakat di Indonesia yang memegang prinsip GENGSI is number one .
"Eh jeng , anak saya yang umur 2 tahun udah bisa baca koran lho .." , "Waaahh , Ibu bangga adek udah bisa nulis" , "Kasian tuh jeng Vina , anaknya udah 4 tahun tapi belum bisa baca" , atau mungkin "Eh , anaknya keterima di Universitas mana? Fakultas apa?"
Itulah ungkapan-ungkapan yang sering muncul di masyarakat kita yang akhirnya memunculkan budaya "Membuat anak cerdas cara instant" dan hasilnya adalah GENERASI KARBITAN . Anak-anak yang seharusnya menikmati permaianan mereka harus dibebani dengan les ini les itu , anak-anak yang harusnya belajar bersosialisasi terlalu dibuat sibuk dengan PR-PR mereka , dan banyak lagi kekerasan terhadap anak yang secara tidak sadar telah dilakukan oleh orang tua mereka .

Nah , generasi karbitan inilah yang kini mengisi pembangunan di Indonesia . Generasi yang sudah muak dengan rumus-rumus matematika , fisika , dan kimia . Generasi yang otaknya sudah penuh dengan hapalan nama-nama menteri Orde Baru , UUD 45 , tanggal-tanggal di dalam buku sejarah , pengertian sosiologi menurut si ini menurut si itu . Generasi yang sudah bosan untuk belajar hingga akhirnya tak mau belajar dari kesalahan yang ada di negeri ini!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Say 'Hello' .. ^^

free counters

 

Find us on Facebook

Most Reading