
melihat kisruh PSSI membuatku berfikir dan berbicara lebih serius hingga saya teringat kembali pengalaman saya 16 tahun yang lalu ketika saya yang masih imut-imut itu mulai mengenyam pendidikan sekolah taman kanak-kanak .
Masa taman kanak-kanak tampaknya hanyalah masa-masa untuk bermain , bermain , dan bermain . Tidak ada pelajaran membaca , menulis , dan berhitung . Yang ada hanyalah "pelajaran" bermain , bernyanyi , melukis , dan bersosialisasi .
Ada sebuah pengalaman pahit yang dialami oleh seorang ibu yang menyekolahkan anaknya di sebuah kota bernama Aachen , Deutschland karena memiliki anak "cerdas" . Saat itu anak ibu itu sedang membaca sebuah buku di ruang kelas , di saat teman-teman yang lain sibuk dengan permaian "kota-kotaan" . Guru dari anak ibu itu menghampiri si ibu dan kurang lebih berkata "apa yang Ibu lakukan terhadap anak ibu?" , sambil melirik ke arah anak itu , mengerutkan dahi , sekaligus mengangkat bahunya , dan setelah itu pergi tanda mengejek . Ibu itu terheran-heran , bukankah wajar anak usia TK sudah bisa membaca? (mungkin tingkat kewajaran yang dimaksud Ibu itu adalah tingkat kewajaran yang berlaku di Tanah Air Tercintanya) . Jangankan membaca , membedakan huruf O dan angka 0 saja anak-anak TK di Jerman Barat itu tidak bisa . Sementara anak yang "cerdas" itu sudah pandai membaca kisah-kisah Nabi setebal buku telepon dengan lancar .
Lantas kenapa mereka (orang Jerman) bisa jauh lebih cerdas daripada bangsa yang sejak TK sudah pandai berhitung "akar pangkat tiga"? sebenarnya bukan cerdas atau tidak , tapi lebih ke pengembangan diri yang lebih sistematis jangka panjang dan tidak instant . Tampaknya mereka sangat paham tentang perkembangan psikologi anak . Mereka hanya memberikan apa yang seharusnya diberikan . Anak-anak usia TK adalah anak-anak dengan masa-masa membangun pondasi kepribadiannya , mereka membiarkan anak mereka larut dalam permainannya (tidak termasuk video game!!!) dan pergaulan dengan teman-temannya . Menginjak usia SD (Disana untuk bisa masuk SD , harus berusia tidak kurang dari 7 tahun) anak-anak mulai diajari menulis dan berhitung . Menginjak usia 11 tahun , ada evaluasi terhadap perkembangan bakat dan akademis si anak , mereka yang lebih dominan bakatnya akan disekolahkan ke sekolah bakat sesuai bakatnya masing-masing dan mereka yang sisi akademisnya lebih menonjol dipersilahkan untuk melanjutkan ke kelas 5 . Menginjak usia 17 tahun , anak diberi pendidikan untuk hidup mandiri , seperti harus mencari pekerjaan untuk uang saku mereka .
Bagaimana dengan Indonesia? Anda lebih tahu jawabannya . Sistem pendidikan kita sepertinya lebih memiliki tendensi terhadap orang-orang yang berkepentingan , kurikulum ganti-ganti , tahun ini EBTANAS , tahun berikutnya UAN , tahun ini UAN 5 mata pelajaran tahun berikutnya 3 mata pelajaran , dan bla.. bla.. bla .. tentang hal yang tidak urgent!!!
Keadaan ini diperparah dengan kondisi sosial masyarakat di Indonesia yang memegang prinsip GENGSI is number one .
"Eh jeng , anak saya yang umur 2 tahun udah bisa baca koran lho .." , "Waaahh , Ibu bangga adek udah bisa nulis" , "Kasian tuh jeng Vina , anaknya udah 4 tahun tapi belum bisa baca" , atau mungkin "Eh , anaknya keterima di Universitas mana? Fakultas apa?"
Itulah ungkapan-ungkapan yang sering muncul di masyarakat kita yang akhirnya memunculkan budaya "Membuat anak cerdas cara instant" dan hasilnya adalah GENERASI KARBITAN . Anak-anak yang seharusnya menikmati permaianan mereka harus dibebani dengan les ini les itu , anak-anak yang harusnya belajar bersosialisasi terlalu dibuat sibuk dengan PR-PR mereka , dan banyak lagi kekerasan terhadap anak yang secara tidak sadar telah dilakukan oleh orang tua mereka .
Nah , generasi karbitan inilah yang kini mengisi pembangunan di Indonesia . Generasi yang sudah muak dengan rumus-rumus matematika , fisika , dan kimia . Generasi yang otaknya sudah penuh dengan hapalan nama-nama menteri Orde Baru , UUD 45 , tanggal-tanggal di dalam buku sejarah , pengertian sosiologi menurut si ini menurut si itu . Generasi yang sudah bosan untuk belajar hingga akhirnya tak mau belajar dari kesalahan yang ada di negeri ini!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar